“TUGELIT” WUJUDKAN SISWA SMAN 1 SANGA DESA YANG LITERAT, CERDAS, DAN BERKARAKTER
“Tajam pisau karena diasah” salah satu adagium atau pepatah bijak yang berarti bahwa orang yang rajin belajar akan lebih banyak memiliki aset kepandaian. Begitu pula dengan literasi. Semakin sering seseorang berkegiatan literasi, maka akan semakin banyak pula aset ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki dari hasil literasi. Generasi yang rajin melaksanakan gerakan literasi dapat disebut sebagai generasi literat.
Menurut Fahrudin (2017:1) generasi literat hakikatnya merupakan generasi yang memiliki jiwa literasi. Literasi dapat berarti pemahaman keseluruhan, penyadaran terhadap pemahaman dan pemaknaan hasil membaca maupun menulis. Hal ini berlaku untuk semua hal yang dilakukan terkait dengan kegiatan literasi, termasuk dalam dunia pendidikan di berbagai lini dari generasi ke generasi. Terobosan kegiatan di sekolah merupakan salah satu kontribusi dunia pendidikan dalam membentuk generasi literat salah satunya dapat dilakukan melalui GLS (Gerakan Literasi Sekolah).
Semangat membaca-menulis harus ditransformasikan ke ruang pendidikan. Gerakan ini mewajibkan seluruh elemen pendidikan negeri ini, bahkan jika perlu sistem pendidikan negeri ini perlu direformasi agar mampu mengembangkan kemampuan berliterasi sejak usia dini. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa generasi literat adalah generasi yang senantiasa membudayakan membaca dan menulis. Budaya membaca dan menulis lebih dikenal dengan Literasi gerakan literasi ini bukan hanya dalam segi wawasan kognitif, tetapi lebih mencakup pada penguasaan berbagai informasi serta mampu mengolah informasi dan mengomunikasikannya. Literasi tidak hanya mencakup media nonelektronik seperti buku, kemajuan zaman saat ini menuntut generasi muda untuk melek teknologi serta memanfaatkannya dengan bijak demi kemajuan bangsa.
Menurut Teale dan Sulzby dalam Gipayana (2010:9) konsep pengajaran literasi diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Seseorang disebut literate apabila ia memiliki pengetahuan yang hakiki untuk digunakan dalam setiap aktivitas yang menuntut fungsi literasi secara efektif dalam masyarakat dan pengetahuan yang dicapainya dengan membaca, menulis, dan arithmetic memungkinkan untuk dimanfaatkan bagi dirinya sendiri dan perkembangan masyarakat. Kemudian literasi dapat diartikan kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.
Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre dan kultural. Literasi juga erat kaitannya dengan pola pembelajaran di sekolah yaitu ketersediaan bahan bacaan dan tumbuhnya masyarakat gemar membaca (reading society). Dengan demikian, budaya literasi sebagai pembentuk generasi literat bisa dikatakan sebagai akar dari peradaban yang mampu mentransformasi pola pikir dan perilaku. Lantas bagaimana dengan literasi saat ini?
Faktanta data tingkat kemampuan literasi di Indonesia terbilang rendah dibanding negara lain. Padahal, terhitung sejak tahun 2016 sudah 6 tahun Gerakan Literasi Nasional (GLN) kita dicanangkan. Faktanya, hasil berbagai studi pada rentang waktu itu tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Sebelum GLN dicanangkan, Indonesia sudah masuk sebagai anggota PISA. Pada 2012 peringkat Indonesia di PISA berada di urutan ke-60 dari 64 negara. Kemampuan siswa Indonesia pada literasi membaca saat itu sangat rendah. Dikatakan bahwa karena PISA hanya digunakan untuk mengukur kompetensi siswa yang berumur 15 tahun.
Berdasarkan data yang dihimpun PIRLS 2016 International Result In Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2015). Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA 2016 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (OECD, 2016). Rendahnya keterampilan tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum mengembangkan kompetensi dan minat baca peserta didik terhadap pengetahuan (Dirjen Dikdasmen, 2016:2).
Sementara Laporan Rapor Pendidikan SMAN 1 Sanga Desa tahun 2022 yang tertuang pada Asesmen Nasional yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) juga menunjukkan kemampuan literasi peserta didik berdasarkan kemampuan dalam memahami, menggunakan, merefleksi, dan mengevaluasi beragam jenis teks (teks informasional dan teks fiksi) masih sangat rendah. Dengan capaian Kurang dari 40% peserta didik telah mencapai kompetensi minimum untuk literasi membaca perlu upaya mendorong peserta didik dalam mencapai kompetensi minimum.
Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi khusus agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat dengan mengitegrasikan/menindaklanjuti program sekolah dengan kegiatan dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan kegiatan literasi sekolah sebagai sebuah Gerakan Literasi Sekolah (GLS) agar dampaknya dapat dirasakan di masyarakat atau warga sekolah terutama bagi peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan di satuan pendidikan khususnya di SMAN 1 Sanga Desa
Program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah usaha yang dilakukan dalam rangka untuk mewujudkan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang warga sekolahnya gemar membaca dan menulis. Sejalan dengan pegertian tersebut Wiedarti, dkk (2016:2) menyatakan bahwa Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan upaya yang menyeluruh melibatkan warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (long life learning).
Budaya Literasi dalam Pembelajaran Ekstrakurikuler di SMA Negeri 1 Sanga Desa
Budaya Literasi dapat diartikan sebagai kemampuan mengakses, memahami, dan mengunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis atau berbicara. Sedangkan menurut A. Chaedar (2012: 160) secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan dalam arti luas kita mengenalnya dengan melek aksara atau huruf sehingga keberaksaraan bukan lagi bermaknaan tunggal, melainkan menggandung beberapa arti. Ada macam-macam keberaksaraan atau literasi, misalnya literasi membaca, literasi komputer, literasi virtual, literasi matematika dan sebagainya.
Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya literasi di sekolah dapat diartikan sebagai aktivitas literasi antara lain dengan adanya berbagai aktivitas yang sudah diterapkan di sekolah dengan mengumpulkan jurnal harian siswa dan ada tagihan lisan dan tulisan yang digunakan sebagai penilaian nonakademik. Menyediakan pojok literasi di perpustakaan, taman, atau lokasi manapun yang nyaman di lingkungan sekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk mengembangkan salah satu bidang pelajaran yang diminati oleh sekelompok siswa, misalnya membaca buku, olahraga, kesenian, berbagai macam keterampilan dan kepramukaan.
Menurut Rusman (2011:20) tujuan kegiatan ekstrakurikuler adalah memberikan pengalaman yang sesuai dengan hobi, bakat, minat dan kemampuan peserta didik. Menurut Mulyono (2010: 188) fungsi kegiatan ekstrakurikuler adalah a) Meningkatkan kemampuan peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkunganm sosial, budaya dan alam semesta. b) Menyalurkan dan mengembangkan potensi dan bakat peserta didik agar dapat menjadi manusia yang berkreativitas tinggi dan penuh dengan karya. c) Melatih sikap disiplin, kejururan, kepercayaan, dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas. d) Mengembangkan etika dan akhlak yang mengintegrasikan hubungan dengan Tuhan, manusia, alam semesta bahkan diri sendiri. e) Mengembangkan sensitivitas peserta didik dalam melihat persoalan persoalan sosial-keagaman, sehingga menjadi insan yang proaktif terhadap permasalahan sosial-keagamaan.
Menurut penulis saat ini pada dasarnya kegiatan ekstrakurikuler pengembangan diri atau bakat siswa di dunia sekolah ditujukan untuk menggali dan memotivasi siswa dalam bidang karya tulis ilmiah. Oleh sebab itu, kegiatan ekstrakurikuler harus disesuaikan dengan hobi maupun kondisi siswa. Sedangkan tujuan kegiatan ekstrakurikuler adalah untuk membantu dan meningkatkan bakat juga potensi siswa dalam menulis ilmiah dan membudayakan siswa untuk mau membaca buku, jurnal, artikel atau sumber bacaan lainnya. Sehingga kegiatan ekstrakurikuler kelompok ilmiah remaja dapat meningkatkan kemampuan berfikir ilmiah dan menuangkannya dalam sebuah tulisan ilmiah.
Menurut penulis budaya literasi yang diterapkan di SMA Negeri 1 Sanga Desa mulai jelas dirasakan oleh semua siswa dan kegiatan ekstrakurikuler kelompok ilmiah remaja (KIR) sebagai tempat atau wadah siswa untuk bisa menuangkan bakatnya di bidang penulisan karya ilmiah di tingkat sekolah.
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di SMA Negeri 1 Sanga Desa
Implementasi budaya literasi yang di terapkan sekolah SMA Negeri 1 Sanga Desa jelas dirasakan oleh siswa, mulai semakin memadainya perpustakaan dengan koleksi buku yang semakin banyak, ruang yang di sediakan terawat dan taman baca yang tertata rapi membuat siswa tertarik untuk membaca buku.
Tujuan yang harus dicapai oleh anggota KIR secara individual adalah pengembangan sikap ilmiah, kejujuran dalam memecahkan gejala alam yang ditemui dengan kepekaan yang tinggi dengan metode yang sistematis, objektif, rasional dan berprosedur sehingga akan didapatkan kompetensi untuk mengembangkan diri dalam kehidupan.
Salah satu harapan peneliti terhadap kelompok ilmiah remaja (KIR) ialah kelompok ini terus membantu sekolah dalam segi prestasi serta membantu sekolah dalam mengembangkan budaya literasi dan mengajak siswa untuk bisa terus membaca di waktu isterahat serta siswa lain dapat mengikuti jejak siswa lain yang telah berprestasi. Sebagai bentuk langkah strategis untuk meningkatkan literasi di SMAN 1 Sanga Desa dengan mengimplementasikan program ‘Tugelit’. Tugelit akronim yang artinya tujuh gerakan literasi sekolah melalui program KIR SMAN 1 Sanga Desa. Langkah tersbeut di antaranya: Analisis Kebijakan kegiatan ektrakurikuler bidang penelitian (KIR), Pembentukan Dewan Riset SMAN 1 Sanga Desa, Sosialisasi Program Ektrakurikuler KIR Kepada Warga Sekolah, Penyediaan fasilitas berupa sarana prasaran dan sumber ilmiah yang menjadi refrensi bagi peserta didik, Pelatihan, pendampingan secara berkala kepada peserta didik oleh dewan riset SMAN 1 Sanga Desa, Pemberian pengharagan pendidik, dan peserta didik¸dan Monitoring dan evaluasi.
SMA Negeri 1 Sanga Desa mengambil langkah strategis sebagai bentuk andil peningkatan budaya literasi bagi peserta didik. Strategi Tugelit menjadi jargon yang terus disosialisasikan, dan mendapat dukungan semua warga sekolah untuk meningkatkan Indeks Rapor Pendidikan SMA Negeri 1 Sanga Desa yang ditempuh dengan salah satu program yang berpihak pada siswa yakni kegiatan ekstrakuler Kelompok Ilmiah Remaja SMAN 1 Sanga Desa. Tugelit menjadi brand program Kelompok Ilmiah Remaja yakni Tugelit Basmi Tulalit Penerapannya pun dengan sentuhan manajerial dengan menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang melibatkan dewan riset sekolah.
Kebermanfaatan eksistensi program ekstrakurikuler KIR dengan stategi Tugelit dapat dirasakaan bagi guru, siswa dan orang tua. Meski belum sempurna, program ini terus akan dikembangkan untuk mewujudkan generasi literat, cerdas, dan berkarakter. Semoga.
Rojaki, M.Pd. Guru SMAN 1 Sanga Desa Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
Komentar Terbaru